Thursday, June 11, 2009

Ketika Cinta Bertasbih vs Ayat-Ayat Cinta

Film Ketika Cinta BertasbihKetika Cinta Bertasbih hari ini mulai tayang perdana di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Film Ketika Cinta Bertasbih pada dasarnya adalah “saudara” dari film Ayat-Ayat Cinta, karena dua judul tersebut dikarang oleh orang yang sama, Habiburrahman El Shirazy. Selain pengarang, ada juga beberapa kesamaan yang lain, seperti berlatar Mesir dan berkutat pada tema percintaan yang dibalut nilai-nilai keislaman. Dengan dasar “kesamaan” itu, apakah Ketika Cinta Bertasbih mampu menyamai bahkan melebihi kesuksesan saudara tuanya?

Kedua film ini selain memiliki kesamaan, juga memiliki perbedaan. Perbedaan yang ada tidak melulu terletak pada jalan cerita, melainkan juga pada proses penggarapan dan pengemasannya. Ketika Cinta Bertasbih diklaim “Asli Mesir”, itu yang saya baca dari billboard dan iklan-iklan di media masa. Membaca klaim tersebut, saya langsung mengaitkannya dengan Ayat-Ayat Cinta, yang berlatar Mesir tetapi syutingnya lebih banyak berlangsung di Semarang (nyindir Ayat-Ayat Cinta ya :-}). Perbedaan yang lain tentu saja pemeran-pemerannya. Kalau Ayat-Ayat Cinta sebagian besar pemainnya adalah mereka-mereka yang cukup berpengalaman dalam dunia akting, tidak demikian halnya dengan Ketika Cinta Bertasbih. KCB sebelum memulai syuting sudah melalukan audisi di beberapa kota, bahkan audisi tersebut diikuti banyak santri pondok pesantren. Hasilnya seperti yang kita lihat sekarang. Ada beberapa muka baru dalam dunia perfilman kita, seperti Oki Setiana Dewi dan Meyda Sefira. Kita tunggu, apakah ada diantara mereka yang bisa menanding Zaskia Adya Mecca sebagai ikon gadis muslim. Atau ada diantara teman-teman yang sudah “kepincut” dengan Oki Setiana Dewi or Meyda Sefira? :-)

Ada satu hal yang menarik dalam promosi Ketika Cinta Bertasbih. Film tersebut “berlabel halal”, dan memang benar-benar ada label halalnya pada materi promosi. MUI telah memberikan sertifikat halal untuk pertama kali dalam bisnis hiburan, dan itu diberikan pada film Ketika Cinta Bertasbih. Saya tidak tahu motif apa yang lebih kental mendasarinya, motif “dakwah” atau motif “bisnis”.

Bagaimana pendapat teman-teman, terutama yang sudah menonton Ketika Cinta Bertasbih. Apakah film ini lebih baik dari Ayat-Ayat Cinta, atau sebaliknya? Biasanya yang namanya “saudara”, walaupun memiliki kesamaan juga memiliki perbedaan-perbedaan. Apa perbedaan yang mencolok antara Ketika Cinta Bertasbih dan Ayat-Ayat Cinta menurut teman-teman?

2 comments:

  1. Asl.w.w.
    Dari sisi novel mungkin point of viewnya sama habiburrahman el shirazy.
    Filmnya... saya sedih dan agak kecewa dengan AAC tidak ada feel novel yang terwakili... malah seperti nonton sinetron, menampilkan artis yang cukup dikenal tapi g bisa menyampaikan ke penonton apa "mean" yang dibawa.. mungkin ini dapat dijadikan hikmah oleh sutradara agar meningkatkan kemampuannya dan keimanannya dalam membuat film religi islam.
    KCB saya belum nonton sepenuhnya hanya sedikit (trial) tapi ruhnya terasa sekali dari trial itu...
    dan komentar yang menonton apresiasinya melebihi AAC... dan lebih fenomenal lagi KCB mendapat label HALAL dari MUI, berarti ini FILM pertama Indonesia yang mendapat label halal.
    Salut buat Chaerul Umam... dan ada usulan buat Chaerul Umam, saya berharap Chaerul Umam membuat Film tenggelamnya kapal Van der Wijck karya Hamka..

    ReplyDelete
  2. Usulnya menarik Lida.
    Tenggelamnya Kapal Van Der wijck memang karya kolosal, elegan, dan sarat dengan pesan moral. Sangat layak difilmkan.
    Bagaimana menurut yang lain?

    ReplyDelete